Mampirlah untuk memberi penghormatan dan mengenangnya.
Raja Naresuan yang Agung
Abu saya
kini telah berlalu lebih dari empat ratus tahun, dan tak ada lagi.
Meskipun jiwa dan raga saya telah tiada,
roh saya tetap hidup bersama tanah ini.
Apakah ini tanah ini, atau bukan?
Saya berjuang untuk menyelamatkannya demi anak cucu saya.
Sekarang cicit saya hidup bahagia selamanya.
Meskipun jiwa saya telah tiada, saya masih bersamamu.
Saya... berjuang untuk menyelamatkan tanah ini, untuk memberinya kebebasan.
Memimpin rakyat Thailand menuju kemenangan, tanpa akhir.
Bahkan jika saya mati, saya akan melestarikan tanah ini.
Ikrar ini takkan pernah pudar, bahkan hingga hembusan napas terakhir saya.
Tanah ini suci.
Bahkan jika ada yang berniat jahat, mereka semua akan binasa.
Karena saya, sang penyelamat dan penyelamat negeri ini,
akan terus merawatnya selamanya.
Ayutthaya pernah berlumuran darah.
Tanah ini mendidih, darah mengalir.
Tetapi Thailand harus mempertahankan namanya, ke-Thailand-annya.
Sekalipun tak ada siapa-siapa, jiwaku akan tetap berjuang.
(Disalin dari lempengan marmer di depan Stupa Peringatan Agung Raja Naresuan)
Amphon Thapanphantanikun, digubah dan diresmikan pada 26 April 2004, diadaptasi dari
Puisi: Anonim