Di "kota tertinggi dunia" Litang yang berada di ketinggian 4014 meter, aku akhirnya mewujudkan impian pada pagi yang bersuhu minus lima derajat. Berdiri sendiri di ladang yang luas, uap napasku bercampur dengan kabut pagi, gunung bersalju di kejauhan mulai disinari cahaya keemasan, saat sinar matahari pertama menyentuh bumi, rasanya seperti berada di kota langit. Permata Tibet yang terletak di pelukan Pegunungan Hengduan ini menyimpan kepercayaan dan pemandangan paling murni di Jalur Teh dan Kuda kuno.
👁️ Mata Gnie
Di dataran tinggi bersalju dengan ketinggian 4800 meter, danau bulat berdiameter sekitar 50 meter ini seperti "mata bumi", memantulkan Gunung Suci Gnie dan seluruh langit. Empat ratus tahun lalu, biksu tinggi Bama Norbu bermeditasi di sini dan menyebut tempat ini sebagai "Danau Cermin Wajah", para pengikut percaya kedalaman air danau dapat merasakan kejernihan pikiran manusia. Berdiri di tepi danau, melihat awan bergulung dan mengalir, aku tiba-tiba mengerti mengapa orang Tibet menyebutnya "mata yang bisa melihat kehidupan lampau dan sekarang".
🏔️ Gunung Gnie
Gunung suci Tibet setinggi 6204 meter ini adalah salah satu dari 24 gunung suci dalam Buddhisme Tibet. Konon Guru Rinpoche pernah menaklukkan gangguan roh jahat di sini, meninggalkan gua meditasi dan jejak kaki. Setiap tahun pada tanggal 15 bulan keenam kalender Tibet, puluhan ribu umat berziarah dengan berjalan kaki di "Jalur Ziarah Gunung Gnie", sepanjang jalan terdapat 108 situs suci yang menceritakan kisah kepercayaan selama ribuan tahun. Aku bertemu dengan Ama Zhuoga yang sedang berziarah, dia berkata: "Berputar mengelilingi gunung satu kali dapat membersihkan dosa seumur hidup, berputar 108 kali bisa mencapai pencerahan."
🕌 Biara Changchun Ke'er
Biara kuno yang dibangun pada tahun 1580 ini adalah salah satu biara tertua aliran Gelug di wilayah Kang. Di dalam aula utama tersimpan Thangka berusia ribuan tahun yang warnanya berubah mengikuti musim, lantai aula doa yang terbuat dari batu mantra enam suku kata alami dianggap sebagai harta biara. Saat fajar, suara ratusan biksu melantunkan doa menembus kabut pagi, silinder doa berwarna emas berkilauan di bawah sinar matahari, kekuatan kepercayaan membuat air mata berlinang. Biksu Gesang memberitahuku: "Lihat lukisan dinding yang pudar itu, setiap goresan catnya dicampur dengan mentega dan ketulusan."
⛰️ Gunung Tuer
Gunung berbentuk seperti telinga kelinci di Jalan Nasional G227 ini pernah menjadi tanda penting di Jalur Teh dan Kuda. Penduduk setempat mengatakan pada masa Republik sering terjadi badai salju yang menimpa rombongan pedagang di sini, saat itu puncak gunung akan memancarkan dua "telinga kelinci" bercahaya sebagai petunjuk bagi para pelancong. Di bawah bendera kuda angin di puncak, aku melihat orang Tibet melemparkan kertas doa Randa, potongan kertas berwarna-warni menari di latar belakang gunung bersalju, seperti puisi doa tanpa suara.
Berdiri di tanah Litang, aku tiba-tiba mengerti mengapa Tsangyang Gyatso menulis "Bangau putih suci, pinjamkan aku sayapmu". Setiap rumput dan pohon di sini bercerita: puisi dan tempat jauh itu hanyalah kehidupan sehari-hari yang paling sederhana di tanah yang paling dekat dengan surga ini.
Lihat teks asli