Pada hari ke-23 bulan ketiga dalam kalender lunar, drum dan gong bergema di seluruh distrik Hong Kong, sementara jalanan menjadi sepi karena puluhan ribu orang berkumpul untuk merayakan ulang tahun Tin Hau—warisan budaya takbenda nasional yang telah berusia ratusan tahun ini berkembang dalam parade megah yang menampilkan tradisi dan keimanan.
Sorotan utama adalah Parade 18 Desa Yuen Long, di mana 37 tim kembang api telah melanjutkan tradisi ini sejak tahun 1963. Naga meliuk-liuk, lagu-lagu heroik bergema, dan pertunjukan qilin yang meriah menunjukkan persatuan desa. Kembang api bambu raksasa, yang dihiasi dengan warna merah dan dekorasi, menyerupai galeri seni rakyat yang bergerak. Di "Kuil Besar" Aula Buddha Sai Kung, dupa telah menyala selama seribu tahun. Para pemuja menyentuh tempat tidur naga untuk berdoa memohon berkah dan dengan antusias membeli maskot "Ayam Nanas" yang diyakini dapat mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan ke rumah.
Di Temple Street Yau Ma Tei, pasar yang ramai dipenuhi dengan kegembiraan. Tung Wah Group of Hospitals menghormati Tin Hau dengan ritual kembang api setinggi hampir 4 meter. Di luar kuil, kaligrafi ditulis, dan lukisan gula dibuat, menggabungkan kerajinan tradisional dengan aroma manis dari truk es krim, yang langsung membangkitkan nostalgia Hong Kong lama. Di panggung tebing Pulau Po Toi, para pengrajin dengan terampil membangun teater bambu yang menyatu dengan laut dan langit, sementara suara drum opera Kanton bergema mengenang masa lalu desa nelayan.
Dari jalanan Yuen Long hingga tebing pulau, parade ini bukan hanya ritual untuk menghormati para dewa tetapi juga pertunjukan rakyat yang melampaui waktu dan ruang—antara yang lama dan yang baru, doa dan perayaan meriah yang dibawa oleh dupa tetap menjadi detak jantung kota yang paling hidup.
Lihat teks asli