Terletak di pelukan Danau Nanbei Haiyan, tembok kota Tanxianling di Gunung Gaoyang terbentang bak naga tidur, beristirahat dengan tenang di tepi sungai waktu.
Saat saya mendekat, batu bata dan batu yang berbintik-bintik itu menyimpan jejak waktu, setiap retakan menyimpan kisah dari masa lalu. Lubang-lubang persegi di dinding menyerupai mata seekor naga raksasa yang menatap dunia, pernah menyaksikan hiruk-pikuk perang dan pertempuran, tetapi kini hanya angin sepoi-sepoi dan awan putih yang menemani. Kehijauan yang merambat bebas merupakan jalinan puitis antara alam dan sejarah, dedaunan hijaunya yang lembut menyebar di atas batu bata dan batu kuno, seolah berbicara tentang kegigihan hidup dan beban sejarah.
Melangkah ke gerbang kota Tanxianling, pintu lengkungnya menyerupai terowongan menembus ruang dan waktu, tiga karakter "Tanxianling" terukir dengan tenang dan khidmat di dinding batu. Di luarnya terdapat hiruk pikuk dan kemakmuran zaman modern; di dalamnya terdapat ketenangan dan kedalaman sejarah.
Dari kejauhan, tembok kota menjulang tinggi di sepanjang lereng gunung, menyatu sempurna dengan perbukitan hijau. Pepohonan yang rimbun menghiasi gunung, bak penjaga setia tembok kota. Sesekali, kendaraan melintas di sepanjang jalan di kaki tembok, menimbulkan kepulan debu, namun hal ini tidak mengganggu ketenangan yang telah lama terjalin. Di samping jaring pelindung matahari hitam, anakan pohon yang baru ditanam bergoyang lembut tertiup angin, seolah memberi penghormatan kepada tembok kota kuno tersebut.
Tembok Kota Tanxianling di Gunung Gaoyang lebih dari sekadar bangunan; ia adalah saksi sejarah, pengamat waktu. Dalam gesturnya yang hening, ia menceritakan kejayaan dan perubahan masa lalu, menanti siapa pun yang jeli untuk mendengarkan dan merenungkannya.
Lihat teks asli